TUBUH
SEBAGAI SARANA MENGADA MANUSIA
1. Pendahuluan
Dalam
pembahasan mengenai tubuh sebagai sarana mengada manusia, memang tak
serta-merta kita dapat memisahkan antara tubuh dan roh atau jiwa. Tubuh hanya
dapat dibedakan secara logis dengan jiwa dan tidak dapat dibedakan secara real
sebab dalam manusia itu adalah satu. Tubuh tidak dapat bergerak tanpa roh dan
sebaliknya roh tak dapat berekspresi tanpa tubuh. Maka yang dapat dilakukan
dalam hal ini yaitu
hanya dapat dibahas mengenai tubuh sebagai bentuk kongkret dari kejasmanian
manusia. Tubuh merupakan bentuk kongkret dari kejasmanian atau “ADAKU” sepanjang aku jasmani.
Aku berada di dunia melalui tubuhku, melalui tubuhku
aku berada di dunia.
Aku berada di dunia melalui tubuhku mengandung makna bahwa manusia akan menjadi
berarti melalui badannya. Tubuhku
menjadi manusia karena kesatuan dengan aku, sehingga aku akan menjadi manusia
yang utuh dan tampak dari keseluruhanya sebagai manusia. Sedang kalimat malalui
tubuh Aku berada di dunia mengandung makna bahwa dengan badan secara utuh dan
dapat dilihat secara nyata oleh yang lain, maka manusia dapat dikatakan ada.
Dunia menjadi duniaku dengan wujud yang khas karena aku hadir di dunia melalui
badanku. Artinya bahwa dunia menjadi kelihatan karena aku mempunyai mata serta
kedengaran karena aku mempunyai telinga.
Dalam makalah singkat ini, kami mencoba menguraikan
kesatuan manusia sebagai yang jasmani dan yang rohani dalam tubuh sebagai
sarana mengada. Tubuh sebagai sarana mengada kiranya dibedakan dengan sepatu
sebagi sarana untuk alas kaki. Aku ada aku ini manusia, jadi berbadan namun
belum tentu bersepatu.
2. Pengertian
Tubuh
Dalam kehidupan sehari-hari pengertian
tubuh mempunyai kesamaan dengan pengertian tubuh dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia (KUBI), yaitu tubuh dimengerti sebagai segenap bagian manusia atau
binatang yang berupa benda yang kelihatan. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa tubuh
merupakan petunjuk adanya pribadi atau binatang tertentu dalam dunia ini. Suatu
pribadi atau binatang tidak akan dapat diidentifikasikan keberadaannya dalam realaitas dunia tanpa
kehadiran tubuhnya.
Beato Yohanes Paulus II dalam bukunya
edisi kedua yang berjudul Man and Woman
He Created Them memliki pandangan bahwa tubuh adalah keseluruhan penampakan
diri dari yang disebut Aku, Dia dan Kamu. Tiap-tiap bagian dari penampakan dari
Aku, Dia, Kamu ini juga disebut tubuh. Bila dilihat dari
sudut pandang ini, pendapat Beato Yohanes Paulus II mempunyai kemiripan arti
dengan apa yang dituliskan dalam KUBI. Selain
itu, Beliau juga menyatakan suatu pandangan khas yaitu bahwa tubuh merupakan
sebuah theoslogos (sebuah teologi).
3. Manusia
Sebagai Kesatuan Jasmani Rohani
3.1. Kejasmanian
Manusia
Kejasmanian
manusia terletak atau nampak pada “tubuhnya”. Tubuh atau badan adalah aku
sendiri dalam kedudukanku sebagai makhluk jasmani atau badan sebagai wujudku
sebagai makhluk jasmani. Secara
kenyataan manusia dapat dilihat dan dapat mengekspresikan dirinya melalui
badanya. Tubuh sebagai yang jasmani ini menjadi sarana atau media untuk
mengaktualisasikan “aku-aku” yang ada
dalam diri.
3.2. Kerohanian
Manusia
Kerohanian
manusia nampak atau terlihat pada kemampuan memaknai setiap tindakan dan segala
peristiwa yang mereka alami. Hal itu tidak terlepas dari keberadaan manusia
yang berbeda dengan ciptaan lain yaitu bahwa manusia dianugerahi rasio dan akal
budi. Dengan demikian, manusia tidak hanya bergerak berdasarkan pada naluri
instingtif. Manusia mampu mengarahkan dirinya pada hal-hal yang bersifat
transenden dan bahkan dengan akalbudinya manusia dapat menembus ruang dan
waktu.
3.3. Manusia
Sebagai Kesatuan Jasmani Rohani
Melihat
manusia secara utuh, kita tidak dapat membedakan antara yang jasmani dengan
yang rohani. Keduanya adalah suatu kesatuan, manusia ya jasmani dan rohani atau
dengan kata lain manusia adalah sekaligus aku yang rohani dan yang jasmani. Keduanya
adalah kesatuan yang tak terpisahkan, hanya dapat dipisahkan secara logis dan
bukan seacara real. Tidak mungkin kita memandang manusia hanya dari yang rohani
atau yang jasmani saja. Ketika kita melihat manusia, kita melihat sekaligus
yang rohani dan yang jasmani dari manusia itu – meski yang rohani kita tidak
dapat melihatnya secara langsung. Badan manusia sebagai jasmani yang
dirohanikan rohani yang dijasmanikan.
4. Tubuh
Sebagai sarana Mengada Manusia
4.1. Tubuh Media
Ekspresi Manusia
Tubuh merupakan
penampakanku atau dengan kata lain tubuh sebagai ekspresi manusia; lebih
kongkretnya tubuh merupakan ekspresi diri dari aku . Dengan tubuhnya manusia dapat mengekspresikan
dirinya sesuatu dengan situasi dan kondisi yang ia hadapi. Tubuh menjadi
perwujudan empiris (jelas) dari aku-aku yang ada dalam tubuh. Kemanusiaan
manusia tampak secara jelas dalam tindaka-tindakan tubuh yang terus menerus.
4.2. Tubuh
Sebagai Bahasa
Dengan tubuhnya manusia
dimungkinkan untuk mengungkapkan atau membahasakan diri. Bahasa tubuh manusia
jauh lebih kaya dibanding dengan bahasa verbal. Misalnya; orang yang sedang
bersedih atau marah terkadang susah untuk diketahui hanya dengan bahasa verbal
saja. Orang bisa saja menutupi kesedihan dan kemarahanya dengan nenbaikan kata,
namun manusia tidak dapat berbohong dengan ekspresi tubuh.
4.3. Tubuh
Sebagai Cerminan Sang Pencipta
Dalam
keberadaan manusia di dunia ini, tubuh menjadi ceminan dari penciptanya yaitu Allah sendiri. Meskipun
keadaan manusia itu jelek atau cacat tetaplah mejadi cerminan Allah. Namun
terkadang orang kurang dapat menerima keberadaanya sehingga mereka berusaha
untuk membuat dirinya menjadi lebih indah dan baik. Tujuanya adalah untuk
menarik orang yang ada di sekitarnya. Hal itu tidak dapat dikatakan salah,
namun kita perlu kembali pada hakekat sebagai makhluk ciptaan Allah. Apa yang
dimiliki dan dialami oleh manusia adalah cerminan sang pencipta. Beato Yohanes Paus
Paulus II mengatakan bahwa tubuh merupakan teologi untuk mengenal Allah. Betapa
kudusnya tubuh manusia, maka hendaknya harus pula mengerti tubuh dan segala
aspek yang ada dalam diri dengan baik dan tepat. Seandainya dunia dan semua
manusia tidak secara serius mengerti dan melihat tubuh manusia secara benar,
akan semakin banyak persoalan di dunia ini yang tidak akan pernah diselesaikan.
5. Penutup
Berbicara
tentang tubuh pastilah tidak terlepas dari pembicaraan tentang jiwa karena
keduanya merupakan kesatuan. Dalam banyak hal, orang dapat memisahkan antara
tubuh dan jiwa namun hanya secara logis. Tubuh
sarana mengada manusia, tanpa badan manusia tidak dapat dikatakan
manusia dan tubuh tak dapat disebut sebagai manusia kalau tidak ada jiwa.
Keduanya saling mengandaikan. Meskipun tubuh sebagai sarana mengada manusia,
namun hakekat tubuh manusia tidak sama dengan tubuh binatang atau benda-benda
yang lain. Hal itu terjadi karena kejasmanian atau tubuh manusia merupakan
jasmani yang dirohanikan. Dengan kata lain dalam jasmani itu rohlah yang
menjasmani.
DAFTAR PUSTAKA
Deshi
Ramadhani;
2009 Lihatlah Tubuhku Membebaskan
Seks Bersama Yohanes Paulus II, Kanisius: Yogyakarta.
A.
Sudiarja (dkk);
2006 Karya Lengkap Diryakara,
Gramedia: Jakarta.
Adelbert
S;
2004 Antropologi Filsafat
Manusia Paradoks dan Seruan, Kanisius: Yogyakarta.