CINTA KUAT SEPERTI MAUT
“Gambaran Cinta
Allah kepada Manusia”
1.
Pendahuluan
Pada
zaman edan ini, banyak orang mengartikan cinta hanya sebuah “permainan”
sehingga sering muncul bahwa “habis manis sepah dibuang”. Hal itu terjadi
karena orang tidak mengerti makna cinta yang sebenarnya. Mereka hanya memandang
dari luaranya saja. Cinta hanya dilihat dari kulitnya saja.
Cinta
sejati adalah cinta yang benar-benar mau berkorban demi cinta itu. Cinta sejati
tidak pernah meminta balasan dan tidak pernah ingkar janji. Cinta sejati selalu
memberi makna dalam setiap kehidupan. Cinta sejati dalah cinta Allah. Allah
mncintai manusia dengan tak ada kesudahanya. Cinta Allah sama kuatnya dengan
maut.
“Cinta
kuat seperti maut”, itulah gambaran cinta Allah. Kekuatan cinta Allah sama
dengan kuatnya maut yang dihadirkan Allah. Tema inilah yang hendak diangkat
oleh penulis dalam paper ini. Bagaimana cinta Allah digambarkan dalam sebuah
relasi pasangan suami istri atau kekasih yang memiliki kekuatan cinta begitu
besar. Besarnya cinta itu sekuat maut.
2.
Latarbelakang
Pemilihan Tema
Pemilihan
tema ini, selain untuk semakin mendalami makna mengenai besarnya cinta Allah
kepada manusia, juga bertolak dari keadaan masa kini. Bahwasanya cinta saat ini
hanya dipandang sebagai sebuah permainan, nafsu birahi yang ditonjolkan di
dalamnya. Hal itu terjadi karena masing-masing pribadi kurang mengenal dan
mengetahui makna dan arti cinta itu. Sehingga tak jarang banyak orang yang
terjerumus karena cinta itu. Seolah-olah belum benar-benar cinta kalau belum
berciuman atau bahkan melakukan hubungan badan.
Cinta
masih menuntut balas jasa. Cinta kadang masih dilupakan dan ditinggalkan begitu
saja dengan beribu alasan yang dibuat. Bahkan tak jarang cinta kepada Allah
juga direduksi dengan berbagai hal yang terkadang tak masuk akal. Apakah benar
demikian cinta itu? Apakah cinta Allah itu ada batasnya? Bagaimana dan seberapa
besar kekuatan cinta itu? Sungguhkan kekuatan cinta itu takkan pernah pudar?
Pertanyaan-pertanyaan
itu yang secara singkat akan dicoba dijawab dalam paper ini. Dan
pertanyaan-pertanyaan itu menjadi dasar pula dalam pemilihan tema ini. Yang
mana di dalamya akan secara lebih banyak mengupas mengenai kekuatan cinta Allah
yang digambarkan kekuatanya sekuat maut.
3.
Tafsir
Singkat atas Kidung Agung 8 : 5-7
Kitab Kidung Agung 8 :
5-7, memuat makna yang begitu luas dan dalam terkait dengan cinta. Dalam tiga
ayat itu, dapat digali banyak makna mengenai cinta. Dapat pula diterapkan dalam
berbagai hal. Dalam menafsirkan tiga ayat itu, saya akan mencoba menggali makna
terdalam dari masing-masing ayat yang kemudian akan saya terapkan dalam
hubunganya dengan kasih atau cinta Allah kepada manusia.
3.1.
Tafsir
Ayat 5
Ayat ini dibuka frase yang sama dengan bab 3 : 6; “Apakah itu yang membubung dari
padang gurun ...”. dan pada bab 8 : 5; “Siapakah dia yang muncul dari padang gurun,
...”. Yang membedakan adalah mengenai hal yang dipertanyakan. Pada bab 3 :
6 yang dipertanyakan adalah “apa”nya, sedang pada bab 8 : 5 yang dipertanyakan
adalah “siapa”nya.[1] Dengan
demikian yang menjadi fokus pertanyaan adalah bukan apa dan bagaimana cara
tampilnya tokoh yang datang itu, melainkan siapa
yang akan datang. Dengan kata lain, pertanyaan yang muncul lebih pada
pertanyaan siapa subjek yang akan datang itu. Kata siapa juga menunjuk secara
lebih dalam mengenai keberadaan si subjek. Dalam artian subjek bukan hanya
sebagai sebuah benda biasa (benda mati mungkin) tapi subjek adalah benda yang
hidup – manusia.
“Siapakah yang bersandar pada kekasihnya?” Gambaran ini menunjukkan kedekatan
dan keintiman atau betapa dekat dan saling membutuhkan diantara keduanya – pasangan kekasih. Bersandar di situ merupakan
terjemahan dari kata mitrappeqet yang
artinya ‘bersandar dengan lemah lembut atau manja’.[2]
Bersandar dengan lemah lembut atau manja, juga dapat menunjuk pada situasi
dimana ada kedekatan yang mendamaikan. Ada nuansa kepercayaan di dalamnya, yang
membuat rasa nyaman dalam diri baik si
gadis maupun si pemuda.
“Di bawah pohon apel kubangunkan engkau”. Keterangan atau petunjuk tempat
‘di bawah pohon apel’, mengingatkan kita pada keinginan si gadis untuk berteduh
dibawah pohon tersebut (bab 2 : 3). Namun dalam ayat ini, menjadi tempat di
mana si gadis membangunkan si pemuda.[3]
Yang menjadi sebuah pertanyaan adalah makna di bawah pohon. Apakah itu harus
diartikan demikian atau diartikan sebagai sebuah simbol atas suatu hal
tertentu. Jika diterjemahkan sebagaimana adanya, kita akan lebih mudah
memahaminya. Di bawah pohon berarti sedang berlindung dari panas terik atau
berlindung dari suatu hal yang lain. Namun jika diterjemahkan sebagai sebuah
simbol, simbol apakah itu? Yang dapat ditafsirkan adalah bahwa di bawah pohon
menjadi tempat untuk memadu kasih. Tempat yang nyaman untuk bercengkrama karena
keteduhanya. Masalah selanjutnya adalah apa makna dari kata “kubangunkan” atau
“membangunkan”.
Kata “membangunkan” di sini bukan
menunjuk pada suatu tindakan membangunkan dari tidur. Kata membangunkan lebih
diartikan sebagai suatu bentuk membuta seseorang manjadi “sadar” (bdk. Mal 2 :
12). Hal itu memiliki maksud agar orang selalu berjaga-jaga.[4]
“Ibumu mengandung dan melahirkan engkau”. Frasa ini, jika digabungkan dengan frase sebelumnya sebenarnya akan terasa
susah untuk ditafsirkan. Alasanya adalah bagaimana dapat dipahami bahwa seorang
ibu mengandung dan melahirkan di tempat terbuka yaitu di bawah pohon. Lalu apa
maksud dari frase ini? Dapat ditarik makna yang intensif di sini dalam mana
yang menjadi penekanan adalah nilai hubungan antara ibu dan anak. Dapat diberi
makna pula bahwa si gadis manyadarkan si pemuda bahwa ia dikandung dan
dilahirkan oleh seorang perempuan. Ia harus tau bahwa ia lahir dari seorang
perempuan yang penuh pergumulan dan karena
itu ia harus menghormati perempuan.[5]
3.2.
Tafsir
Ayat 6a-b
Dalama
ayat 6a, wanita mengungkapkan cintanya
dengan pernyataan: “Tarulah aku seperti
materai pada hatimua, seperti materai pada lenganmu”. Dalam penghayatan
iman israel, materai (hotham, “cincin
materai”, dipakai 13 kali dalam Perjanjian Lama) adalah metafora bagi
pendelegasian kekuasaan atau kepemilikan (bdk. 1 Raj 2 : 1-8). Materai juga
dapat menunjuk pada suatu yang sakral dan suci. Sebagai sebuah contoh adalah
apa yang tertulis dalam Yesaya 29 : 11, bahwa semua firman Tuhan yang
dimateraikan oleh Allah tidak dapat dibaca oleh sembarangan orang sebab materai
Allah tersebut menjaga kerahasiaan kitab tersebut. [6]
Materai
adalah sesuatu yang manjadi tanda bahwa seseorang telah dikuasai atau dimiliki
satu pihak dan karena itu tertutup terhadap campur tangan pihak lain.[7]
Dengan dmikian, materai memberikan suatu makna adanya ikatan yang sangat erat
antara dua belah pihak yang dimateraikan dan yang memateraikan. Ada suatu
ikatan yang tak terpisahkan .
“Taruhlah aku seperti materai pada
hatimu, seperti materai pada lenganmu”. Hati dan lengan
menjadi metafora yang mengekspresikan tempat yang paling istimewa dan
terlindungi.[8]
Metafor ini ingin menunjukan bahwa ada kerinduan bahwa dirinya (si gadis) ingin
“dimiliki” di dalam hatinya dan lengannya – si pemuda. Hal ini menunjukan
bagian diri yang internal dan sangat pribadi. Dalam artian bahwa si gadis telah
dimiliki dan dikuasai oleh si pemuda sehingga tertutup untuk campur tangan
pihak lain.[9]
“Hati”
adalah letak cinta kasih.[10]
Dengan hati manusia dapat saling mengasihi satu sama lain. Tanpa ada peranan hati
atau suara hati yang ada maka tak mungkin terjalin hubungan cinta kasih antar
manusia. “Lengan” adalah letak kekuatan.[11]
Lengan pada hakikatnya juga ingin menunjukan bagian diri yang eksternal,
sehingga dapat dibaca dan dikenali oleh publik atau masyarakat luas.[12]
Dengan menyebut hati dan lengan, si gadis ingin mendapatkan tempat yang
istimewa dalam pikiran dan tindakan pemuda yang dicintainya.[13]
Karena cinta bukan hanya berkaitan dengan hal-hal internal (pikiran), namun
berkaitan pula dengan yang eksternal (tindakan). Karena cinta adalah misteri
yang tersimpan dalam hati namun nampak nyata dalam tindakan dan tingkah laku.
“Karena cinta kuat seperti maut,
kegairahan gigih seperti dunia orang mati.” Kata “karena” sama dengan kasus yang terdapat
dalam bab 1 : 2. Bahwa kata itu bukanlah sebuah kausalitas, melainkan sebuah
bentuk penegasan, sehingga dapat diterjemahkan; “Sungguh, bahwa cinta kuat
seperti maut”.[14] Kata
Ibrani yang menggambarkan kekuatan cinta di sini adalah ‘azzah (berasal dari ‘az;
artinya kuat atau kejam).[15]
Karena sedemikian kuatnya tak seorang pun dapat mengatasi kekuatan cinta.
Kekuatan yang sedemikian itu, yang kemudian mebuat cinta disejajarkan dengan
kekuatan maut yang juga tak ada seorangpun dapat mengatasinya.
Di
lain pihak, “maut” dan “dunia orang mati” (sheol),
sebenarnya merupakan ungkapan teologis untuk menggambarkan keadaan yang kelam
dan keterputusan total dengan dunia orang yang hidup. Namun keadaan kelam dan
menakutkan itu justru dipakai oleh si gadis secara positif.[16]
Sebagaimana telah disinggung sebelumya bahwa kekuatan cinta itu tak dapat
dibendung oleh siapa pun. Tidak ada seorangpun yang dapat menghindar dari cinta
ketika berhadapan dengan lawan jenisnya, demikian pula takkan ada seorangpun
yang dapat menahanya ketika maut itu datang. Cinta akan terus mengejar
kemanapun orang menghindar, sama halnya dengan maut ia akan terus mengejar
kemanapun orang menghindar. Kekuatan cinta akan terus ada dan tak pernah pudar
dimakan waktu.
3.3.
Tafsir
Ayat 6c-7
“Nyalanya
adalah nyala api, seperti nyala api Tuhan. Air yang banyak tidak dapat
memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkanya”. Di sini cinta digambarkan secara lebih mendalam lagi,
bahwa “Nyalanya seperti nyala api Tuhan”.
Numun demikian ada
sedikit perdebatan soal terjamahan TUHAN dalam ayat ini. Sebab pada teks
aslinya tidak ada kata TUHAN di sana. Kata TUHAN muncul dalam terjemahan karena
adanya interpretasi atas akhiran ‘yah’
dalam ayat ini yang dianggap oleh para ahli sebagai petunjuk tentang nama TUHAN.[17]
Nyala api TUHAN, juga dapat dipahami sebagai nyala api yang dasyat.[18]
Nyala api yang dasyat itu adalah sebuah gambaran nyala api yang tidak pernah
terpadamkan. Nyala api yang nyalanya sungguh luar biasa. Yang menarik di sini
adalah bahwa terjemahan BIS-LAI yang melihat akhiran ini sebagai bentuk intensif:
“Nyalanya seperti nyala api yang berkobar
dengan dasyat”. Bentuk intensif ini diperjelas dengan pernyataan
selanjutnya: “Air yang banyak tak dapat
memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkanya”.[19]
Maka kita dapat membuat sebuah pengertian bahwa memang nyala api yang dasyat
itu tidak akan mudah untuk dipadamkan dan bahkan tidak akan pernah bisa
dipadamkan. Sekalipun air yang banyak mengguyurnya dan air sungai yang deras
datang menerpanya, api itu takkan pernah padam.
“Air yang banyak tidak dapat
memadamkan cinta…”. Ungkapan air yang banyak adalah satu
ungkapan simbolik yang banyak digunakan dalam perjanjian lama. Berdasar pada
pendapat para ahli, “air yang banyak” adalah ungkapan yang menjadi simbol
kekuatan yang memusihi TUHAN dan umatnya (bdk. Hab 3 : 13-15; Mzm 89 : 11).[20]
Bagaimanapun besarnya air itu, tidak akan mampu memadamkan cinta si gadis
kepada si pemuda. Dengan kata lain, apapun dan seberapapun besarnya tantangan
yang ada tidak akan mampu memudarkan dan melenyapkan cinta si gadis. Seberapa
besar kekuatan rintangan yang ada tidak akan mampu memadamkan kobaran api cinta
si gadis.
“Sungai-sungai tak dapat
menghanyutkannya”. Bentuk jamak dari ‘sungai’ yang dipakai
di sini dimaksudkan untuk menunjukan air yang banyak, sejalan dengan bagian
sebelumnya.[21]
Sungai-sungai juga dapat diartikan sebagai banjir yang sama halnya dengan air
yang banyak, menjadi simbol atau metafor yang digunakan dalam Perjanjian Lama
untuk menunjuk kekuatan yang mengancam dan tak dapat dikendalikan.[22]
Namun, dengan segala kekuatan yang mengancam itu, sampai kapanpun cinta tidak
dapat dihanyutkan dan dipadamkan. Segala rintangan yang ada tidak mampu
memadamkan dan menghanyutkan gelora cinta si gadis kepada si pemuda. Api cinta
yang sudah ada tidak akan dapat dipadamkan lagi.
4.
Cinta
Kuat Seperti Maut sebagai Gambaran Cinta Allah
4.1.
Cinta
Ada yang mengatakan kalau cinta itu adalah “Cerita Indah
Tiada Akhir”. Ada pula yang beranggapan bahwa cinta itu seperti “Kentut”; tak dapat dilihat namun ada, tak dapat pegang namun dapat dicium, tak dapat ditangkap namun dirasa. Ada lagi yang
mengatakan kalau cinta itu seperti sepasang “Sepatu”; letaknya tak tergantikan,
memiliki fungsi masing-masing, unik. Lalu apa itu cinta?
Secara
rasio, cinta adalah bentuk emosi kesukaan terhadap sesuatu yang sifatnya lebih
halus dan dalam, yang bila bentuk emosi/kesukaan itu lebih kasar maka di sebut
"nafsu" atau "ambisi".[23]
Sebagai motivasi hidup akan kita
definisikan cinta sebagai "percikan
kasih Illahi dalam hati setiap insani".[24] Cinta dalam hidup manusia adalah sebuah
"kata" untuk mengomunikasikan suatu kesukaan, sedang cinta yang murni dan abadi hanya milik Tuhan, karena hanya Tuhan yang
memiliki kesempurnaan. Tuhan telah menciptakan, memelihara, memberikan rahmat
yang tiada habisnya ke seluruh alam semesta, tanpa perlu membuat
"rangkaian kata cinta".
Cinta yang paling agung adalah milik Tuhan. Karena sedemikian agungnya cinta Tuhan, ia
senantiasa mencintai manusia meski manusia terus berdosa dan berbuat salah.
Secara nyata Tuhan mencintai manusia melalui orang-orang utusanya, para nabi.
Puncak dari keagungan cinta itu adalah ketika Tuhan bersedia menghadirkan atau
mengutus putraNya yang tunggal ke dunia untuk menebus dosa manusia. Dalam
konteks umat Perjanjian Lama, Tuhan menunjukan kasihnya atau cintanya melalui
pewartaan para nabi.
Cinta Tuhan terus mengalir meski Sang Putra telah kembali
kepadanya. Cinta itu dialirkan melalui kuasa Roh Kudus yang terus menaungi dan
melindungi manusia. Cinta Tuhan itu akan terus mengalir dan mengalir meski yang
dicintaiNya tidak setia. Tiada kuasa apapun yang dapat menghentikan derasnya
aliran cinta Tuhan. Cinta Tuhan mengatasi segala-galanya yang ada di dunia ini.
Tidak ada yang dapat menandingi betapa agungnya cinta Tuhan. Cinta Tuhan itu
terus melekat dalam diri masing-masing ciptaanya. Cinta itu akan terus ada.
Tidak akan pernah pudar dan hilang termakan waktu.
4.2.
Cinta Kuat Seperti Maut sebagai Gambaran Cinta Allah
Dengan
apa cinta Allah kepada manusia dapat digambarkan? Apakah cinta Allah seperti
cinta manusia? Tentunya tidak. Cinta Allah tidak akan pernah tergambarkan
secara pasti seperti apa dan seberapa dalam cinta Allah itu kepada manusia.
Gambaran cinta Allah kepada manusia memang kerap kali digambarkan seperti
gambaran seperti cinta sepasang suami istri yang tak terpisahkan.
Gambaran
itu kerap kali dianggap gambaran yang cukup ideal dan memang benar itu adanya.
Secara teori, suami istri cintanya takkan terpisahkan dan terpadamkan sampai
kapanpun. Cinta itu akan terus ada sampai kapanpun. Seberapapun besar hambatan
yang ada, cinta itu akan terus ada. Namun demikian, gambaran itu makin hari
makin pudar. Hal itu terjadi seiring dengan kenyataan hidup yang ada saat ini.
Di mana cinta suami istri kerap kali pudar begitu saja hanya karena permasalahan
ekonomi atau sosial. Cinta direduksi dalam hal-hal maerial atau hal-hal yang
bersifat duniawi. Kesucian cinta perlahan mulai terkikis. Lalu gambaran apa
yang cukup ideal untuk menggambarkan cinta Allah itu?
Dalam
kitab Kidung Agung 8 : 5-7, meski masih bernuansa hubungan pasangan kekasih,
namun penekananya lebih pada kekuatan cinta itu, kita dapat menggambarkan sinta
TUHAN itu. Cinta si gadis digambarkan kekuatanya seperti kekuatan maut. Dalam
mana cinta itu takkan dapat hilang dengan berbagai halangan atau rintangan yang
ada. Bahkan kekuatan yang dasyatpun takkan dapat memadamkan dan menghanyutkan
cinta si gadis kepada si pemuda. Hal itu sejalan dengan kekuatan maut yang
takkan pernah pudar. Maut pasti akan datang menghampiri setiap manusia
kemanapun ia menghindar dan bersembunyi. Tak ada kekuatan apapun yang dapat
mencegah datangnya maut.
Cinta
itu akan terus dan terus ada meski yang dicintai sudah merasa tidak mencintai
lagi. Kekuatan cinta itu akan terus ada dan ada, takkan pernah hilang. Sampai
kapanpun kekuatan cinta itu akan terus berkobar seperti nyala apa yang dasyat.
Kekuatan itu itu akan terus bertahan sekakuat maut. Kekuatan maut tidak dapat
ditandingi dan tidak akan pernah hilang sampai kapanpun, terus dan akan terus
ada. Takkan ada kekuatan apapun yang dapat menghalangi maut. Ia akan terus
mengejar kemanapun manusia pergi. Apakah cinta Allah dapat digambarkan seperti
ini?
Ya,
kekuatan cinta Allah seperti kekuatan maut; cinta kuat seperti maut itulah
gambaran cinta Allah. Bahwasanya cinta Allah kepada manusia tidak akan pernah
ada kesudahanya. Kekuatan cinta Allah tidak akan pernah padam dan hanyut dengan
kekuatan apapun yang ada. Takkan pernah ada kekuatan yang dapat menandingi
kekuatan cinta Allah kepada manusia. Ia akan terus dan terus mencintai manusia
meski manusia terkadang berusaha menjauh dari cinta itu.
Cinta
Allah tidak pernah menuntut balasan. Allah sungguh tulus mencintai manusia. Si
gadis masih menginginkan sesuatu dari si pemuda, tapi Allah tidak pernah
menuntut apapun dari manusia. Allah senantiasa ingin menyandarkan kepalaNya di
pundak manusia, namun manusia kerap kali menolaknya. Manusia dengan angkuh
ingin menjauh dari cinta Allah itu. Di lain pihak, Allah terus dan terus
mencintai manusia. Kekuatan cinta Allah sungguh dasyat. Kekuatanya terus
melekat dan takkan penah bisa dipudarkan seperti maut yang telah melekat dalam
diri setiap manusia.
5.
Penutup
Cinta
itu bukan sekedar permainan tetapi cinta adalah sebuah komitmen. Cinta sejati
tidak pernah menuntut balas, tapi cinta sejati itu rela untuk berkorban. Cinta
itu akan terus ada dan ada. Tak ada kekuatan apapun yang dapat menghancurkan
kekuatan cinta. Seberapapun besarnya badai yang menerpa, cinta takkan pernah
padam dan hancur. Kekuatan cinta sekuat kekuatan maut, yang akan terus ada dan
tak pernah hilang. Tak ada kekuatan apapun yang dapat menghancurkan dan
memadamkan kekuatan itu. Itulah pula cinta Allah, takkan pernah ada yang dapat
menandingi dan memadamkan cinta Allah.
Cinta
Allah itu dasyat. Cinta Allah kuat dan takkan pernah berkesudahan meski yang
dicintainya terkadang tidak lagi mau menghiraukan cinta itu. Cinta kuat seperti
maut merupakan gambaran kekuatan cinta Allah kepada manusia. Akan terus ada
seperti maut, akan terus mengejar seperti maut kemanapun manusia menghindar dan
bersembunyi. Cinta Allah dasyat dan luar biasa. Siapa yang dapat menandingi
besarnya cinta Allah dan dapat menghancurkanya? Takkan pernah ada cinta yang
dapat menandingi cinta Allah dan tak ada kekuatan apapun yang dapat
menghancurkan cinta Allah.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
Acuan
Telnoni, JA.,
2006 Tafsiran Alkitab Kidung Agung, Penerbit Gita
Kaish: Kupang.
Majalah
Suheru, Stefanus.,
Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung
Agung, dalam STOLUS
Jurnal Teologi STT Bangdung; Voleme 10 Nomor 2, September 2011.
Sumber
Internet
http://katamotivasicinta.blogspot.com/2009/06/apa-arti-kata-cinta.html, diunduh 25-11-2012, 19.20.
http://katamotivasicinta.blogspot.com/2009/06/apa-arti-kata-cinta.html, diunduh 25-11-2012, 19.20.
[6] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung,
dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung;
Voleme 10 Nomor 2, September 2011, 199-200.
[7] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 238.
[8] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung,
dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung;
Voleme 10 Nomor 2, 200.
[9] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung,
dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung;
Voleme 10 Nomor 2, 200.
[10] Watchman Nee, Kidung Agung, Yayasan Pustaka Injil:
Surabaya, 1981, 154.
[11] Watchman Nee, Kidung Agung, 154.
[12] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung,
dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung;
Voleme 10 Nomor 2, 200.
[13] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 239.
[14] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung,
dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung;
Voleme 10 Nomor 2, 200-201.
[15] Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 239.
[16] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung,
dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung;
Voleme 10 Nomor 2, 200-201.
[17] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 241.
[18]
Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung,
dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung;
Voleme 10 Nomor 2, 201.
[19]Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung,
dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung;
Voleme 10 Nomor 2, 202.
[20] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 242.
[21] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 243.
[22] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung,
dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung;
Voleme 10 Nomor 2, 202.
[23]
http://katamotivasicinta.blogspot.com/2009/06/apa-arti-kata-cinta.html, diunduh
25-11-2012, 19.20.
[24] http://katamotivasicinta.blogspot.com/2009/06/apa-arti-kata-cinta.html, diunduh
25-11-2012, 19.20.
NJ casino: live dealer games, poker, live dealers
BalasHapusi know this 안산 출장마사지 NJ casino is a nice place to visit this new generation of NJ players 강릉 출장마사지 and 공주 출장안마 will love the 아산 출장안마 good games available 당진 출장샵 at its