Sabtu, 05 Januari 2013

Cinta Kuat Seperti Maut



CINTA KUAT SEPERTI MAUT
“Gambaran Cinta Allah kepada Manusia”


1.      Pendahuluan
Pada zaman edan ini, banyak orang mengartikan cinta hanya sebuah “permainan” sehingga sering muncul bahwa “habis manis sepah dibuang”. Hal itu terjadi karena orang tidak mengerti makna cinta yang sebenarnya. Mereka hanya memandang dari luaranya saja. Cinta hanya dilihat dari kulitnya saja.
Cinta sejati adalah cinta yang benar-benar mau berkorban demi cinta itu. Cinta sejati tidak pernah meminta balasan dan tidak pernah ingkar janji. Cinta sejati selalu memberi makna dalam setiap kehidupan. Cinta sejati dalah cinta Allah. Allah mncintai manusia dengan tak ada kesudahanya. Cinta Allah sama kuatnya dengan maut.
“Cinta kuat seperti maut”, itulah gambaran cinta Allah. Kekuatan cinta Allah sama dengan kuatnya maut yang dihadirkan Allah. Tema inilah yang hendak diangkat oleh penulis dalam paper ini. Bagaimana cinta Allah digambarkan dalam sebuah relasi pasangan suami istri atau kekasih yang memiliki kekuatan cinta begitu besar. Besarnya cinta itu sekuat maut.

2.      Latarbelakang Pemilihan Tema
Pemilihan tema ini, selain untuk semakin mendalami makna mengenai besarnya cinta Allah kepada manusia, juga bertolak dari keadaan masa kini. Bahwasanya cinta saat ini hanya dipandang sebagai sebuah permainan, nafsu birahi yang ditonjolkan di dalamnya. Hal itu terjadi karena masing-masing pribadi kurang mengenal dan mengetahui makna dan arti cinta itu. Sehingga tak jarang banyak orang yang terjerumus karena cinta itu. Seolah-olah belum benar-benar cinta kalau belum berciuman atau bahkan melakukan hubungan badan.
Cinta masih menuntut balas jasa. Cinta kadang masih dilupakan dan ditinggalkan begitu saja dengan beribu alasan yang dibuat. Bahkan tak jarang cinta kepada Allah juga direduksi dengan berbagai hal yang terkadang tak masuk akal. Apakah benar demikian cinta itu? Apakah cinta Allah itu ada batasnya? Bagaimana dan seberapa besar kekuatan cinta itu? Sungguhkan kekuatan cinta itu takkan pernah pudar?
Pertanyaan-pertanyaan itu yang secara singkat akan dicoba dijawab dalam paper ini. Dan pertanyaan-pertanyaan itu menjadi dasar pula dalam pemilihan tema ini. Yang mana di dalamya akan secara lebih banyak mengupas mengenai kekuatan cinta Allah yang digambarkan kekuatanya sekuat maut.

3.      Tafsir Singkat atas Kidung Agung  8 : 5-7
Kitab Kidung Agung 8 : 5-7, memuat makna yang begitu luas dan dalam terkait dengan cinta. Dalam tiga ayat itu, dapat digali banyak makna mengenai cinta. Dapat pula diterapkan dalam berbagai hal. Dalam menafsirkan tiga ayat itu, saya akan mencoba menggali makna terdalam dari masing-masing ayat yang kemudian akan saya terapkan dalam hubunganya dengan kasih atau cinta Allah kepada manusia.
3.1.   Tafsir Ayat 5
Ayat ini dibuka frase yang sama dengan bab 3 : 6; Apakah itu yang membubung dari padang gurun ...”.  dan pada bab 8 : 5; “Siapakah dia yang muncul dari padang gurun, ...”. Yang membedakan adalah mengenai hal yang dipertanyakan. Pada bab 3 : 6 yang dipertanyakan adalah “apa”nya, sedang pada bab 8 : 5 yang dipertanyakan adalah “siapa”nya.[1] Dengan demikian yang menjadi fokus pertanyaan adalah bukan apa dan bagaimana cara tampilnya tokoh yang datang itu, melainkan siapa yang akan datang. Dengan kata lain, pertanyaan yang muncul lebih pada pertanyaan siapa subjek yang akan datang itu. Kata siapa juga menunjuk secara lebih dalam mengenai keberadaan si subjek. Dalam artian subjek bukan hanya sebagai sebuah benda biasa (benda mati mungkin) tapi subjek adalah benda yang hidup – manusia.
“Siapakah yang bersandar pada kekasihnya?” Gambaran ini menunjukkan kedekatan dan keintiman atau betapa dekat dan saling membutuhkan diantara keduanya – pasangan kekasih. Bersandar di situ merupakan terjemahan dari kata mitrappeqet yang artinya ‘bersandar dengan lemah lembut atau manja’.[2] Bersandar dengan lemah lembut atau manja, juga dapat menunjuk pada situasi dimana ada kedekatan yang mendamaikan. Ada nuansa kepercayaan di dalamnya, yang membuat rasa nyaman dalam diri baik si gadis maupun si pemuda.
“Di bawah pohon apel kubangunkan engkau”. Keterangan atau petunjuk tempat ‘di bawah pohon apel’, mengingatkan kita pada keinginan si gadis untuk berteduh dibawah pohon tersebut (bab 2 : 3). Namun dalam ayat ini, menjadi tempat di mana si gadis membangunkan si pemuda.[3] Yang menjadi sebuah pertanyaan adalah makna di bawah pohon. Apakah itu harus diartikan demikian atau diartikan sebagai sebuah simbol atas suatu hal tertentu. Jika diterjemahkan sebagaimana adanya, kita akan lebih mudah memahaminya. Di bawah pohon berarti sedang berlindung dari panas terik atau berlindung dari suatu hal yang lain. Namun jika diterjemahkan sebagai sebuah simbol, simbol apakah itu? Yang dapat ditafsirkan adalah bahwa di bawah pohon menjadi tempat untuk memadu kasih. Tempat yang nyaman untuk bercengkrama karena keteduhanya. Masalah selanjutnya adalah apa makna dari kata “kubangunkan” atau “membangunkan”.
Kata “membangunkan” di sini bukan menunjuk pada suatu tindakan membangunkan dari tidur. Kata membangunkan lebih diartikan sebagai suatu bentuk membuta seseorang manjadi “sadar” (bdk. Mal 2 : 12). Hal itu memiliki maksud agar orang selalu berjaga-jaga.[4]
“Ibumu mengandung dan melahirkan engkau”. Frasa ini, jika digabungkan dengan frase sebelumnya sebenarnya akan terasa susah untuk ditafsirkan. Alasanya adalah bagaimana dapat dipahami bahwa seorang ibu mengandung dan melahirkan di tempat terbuka yaitu di bawah pohon. Lalu apa maksud dari frase ini? Dapat ditarik makna yang intensif di sini dalam mana yang menjadi penekanan adalah nilai hubungan antara ibu dan anak. Dapat diberi makna pula bahwa si gadis manyadarkan si pemuda bahwa ia dikandung dan dilahirkan oleh seorang perempuan. Ia harus tau bahwa ia lahir dari seorang perempuan yang penuh pergumulan dan karena  itu ia harus menghormati perempuan.[5]

3.2.   Tafsir Ayat 6a-b
Dalama ayat  6a, wanita mengungkapkan cintanya dengan pernyataan: “Tarulah aku seperti materai pada hatimua, seperti materai pada lenganmu”. Dalam penghayatan iman israel, materai (hotham, “cincin materai”, dipakai 13 kali dalam Perjanjian Lama) adalah metafora bagi pendelegasian kekuasaan atau kepemilikan (bdk. 1 Raj 2 : 1-8). Materai juga dapat menunjuk pada suatu yang sakral dan suci. Sebagai sebuah contoh adalah apa yang tertulis dalam Yesaya 29 : 11, bahwa semua firman Tuhan yang dimateraikan oleh Allah tidak dapat dibaca oleh sembarangan orang sebab materai Allah tersebut menjaga kerahasiaan kitab tersebut. [6]
Materai adalah sesuatu yang manjadi tanda bahwa seseorang telah dikuasai atau dimiliki satu pihak dan karena itu tertutup terhadap campur tangan pihak lain.[7] Dengan dmikian, materai memberikan suatu makna adanya ikatan yang sangat erat antara dua belah pihak yang dimateraikan dan yang memateraikan. Ada suatu ikatan yang tak terpisahkan .
“Taruhlah aku seperti materai pada hatimu, seperti materai pada lenganmu”. Hati dan lengan menjadi metafora yang mengekspresikan tempat yang paling istimewa dan terlindungi.[8] Metafor ini ingin menunjukan bahwa ada kerinduan bahwa dirinya (si gadis) ingin “dimiliki” di dalam hatinya dan lengannya – si pemuda. Hal ini menunjukan bagian diri yang internal dan sangat pribadi. Dalam artian bahwa si gadis telah dimiliki dan dikuasai oleh si pemuda sehingga tertutup untuk campur tangan pihak lain.[9]
“Hati” adalah letak cinta kasih.[10] Dengan hati manusia dapat saling mengasihi satu sama lain. Tanpa ada peranan hati atau suara hati yang ada maka tak mungkin terjalin hubungan cinta kasih antar manusia. “Lengan” adalah letak kekuatan.[11] Lengan pada hakikatnya juga ingin menunjukan bagian diri yang eksternal, sehingga dapat dibaca dan dikenali oleh publik atau masyarakat luas.[12] Dengan menyebut hati dan lengan, si gadis ingin mendapatkan tempat yang istimewa dalam pikiran dan tindakan pemuda yang dicintainya.[13] Karena cinta bukan hanya berkaitan dengan hal-hal internal (pikiran), namun berkaitan pula dengan yang eksternal (tindakan). Karena cinta adalah misteri yang tersimpan dalam hati namun nampak nyata dalam tindakan dan tingkah laku.
“Karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati.” Kata “karena” sama dengan kasus yang terdapat dalam bab 1 : 2. Bahwa kata itu bukanlah sebuah kausalitas, melainkan sebuah bentuk penegasan, sehingga dapat diterjemahkan; “Sungguh, bahwa cinta kuat seperti maut”.[14] Kata Ibrani yang menggambarkan kekuatan cinta di sini adalah ‘azzah (berasal dari ‘az; artinya kuat atau kejam).[15] Karena sedemikian kuatnya tak seorang pun dapat mengatasi kekuatan cinta. Kekuatan yang sedemikian itu, yang kemudian mebuat cinta disejajarkan dengan kekuatan maut yang juga tak ada seorangpun dapat mengatasinya.
Di lain pihak, “maut” dan “dunia orang mati” (sheol), sebenarnya merupakan ungkapan teologis untuk menggambarkan keadaan yang kelam dan keterputusan total dengan dunia orang yang hidup. Namun keadaan kelam dan menakutkan itu justru dipakai oleh si gadis secara positif.[16] Sebagaimana telah disinggung sebelumya bahwa kekuatan cinta itu tak dapat dibendung oleh siapa pun. Tidak ada seorangpun yang dapat menghindar dari cinta ketika berhadapan dengan lawan jenisnya, demikian pula takkan ada seorangpun yang dapat menahanya ketika maut itu datang. Cinta akan terus mengejar kemanapun orang menghindar, sama halnya dengan maut ia akan terus mengejar kemanapun orang menghindar. Kekuatan cinta akan terus ada dan tak pernah pudar dimakan waktu.

3.3.   Tafsir Ayat 6c-7
“Nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api Tuhan. Air yang banyak tidak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkanya”. Di sini cinta digambarkan secara lebih mendalam lagi, bahwa “Nyalanya seperti nyala api Tuhan”.  Numun demikian ada sedikit perdebatan soal terjamahan TUHAN dalam ayat ini. Sebab pada teks aslinya tidak ada kata TUHAN di sana. Kata TUHAN muncul dalam terjemahan karena adanya interpretasi atas akhiran ‘yah’ dalam ayat ini yang dianggap oleh para ahli sebagai petunjuk tentang nama  TUHAN.[17] Nyala api TUHAN, juga dapat dipahami sebagai nyala api yang dasyat.[18] Nyala api yang dasyat itu adalah sebuah gambaran nyala api yang tidak pernah terpadamkan. Nyala api yang nyalanya sungguh luar biasa. Yang menarik di sini adalah bahwa terjemahan BIS-LAI yang melihat akhiran ini sebagai bentuk intensif: “Nyalanya seperti nyala api yang berkobar dengan dasyat”. Bentuk intensif ini diperjelas dengan pernyataan selanjutnya: “Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkanya”.[19] Maka kita dapat membuat sebuah pengertian bahwa memang nyala api yang dasyat itu tidak akan mudah untuk dipadamkan dan bahkan tidak akan pernah bisa dipadamkan. Sekalipun air yang banyak mengguyurnya dan air sungai yang deras datang menerpanya, api itu takkan pernah padam.
“Air yang banyak tidak dapat memadamkan cinta…”. Ungkapan air yang banyak adalah satu ungkapan simbolik yang banyak digunakan dalam perjanjian lama. Berdasar pada pendapat para ahli, “air yang banyak” adalah ungkapan yang menjadi simbol kekuatan yang memusihi TUHAN dan umatnya (bdk. Hab 3 : 13-15; Mzm 89 : 11).[20] Bagaimanapun besarnya air itu, tidak akan mampu memadamkan cinta si gadis kepada si pemuda. Dengan kata lain, apapun dan seberapapun besarnya tantangan yang ada tidak akan mampu memudarkan dan melenyapkan cinta si gadis. Seberapa besar kekuatan rintangan yang ada tidak akan mampu memadamkan kobaran api cinta si gadis.
“Sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya”. Bentuk jamak dari ‘sungai’ yang dipakai di sini dimaksudkan untuk menunjukan air yang banyak, sejalan dengan bagian sebelumnya.[21] Sungai-sungai juga dapat diartikan sebagai banjir yang sama halnya dengan air yang banyak, menjadi simbol atau metafor yang digunakan dalam Perjanjian Lama untuk menunjuk kekuatan yang mengancam dan tak dapat dikendalikan.[22] Namun, dengan segala kekuatan yang mengancam itu, sampai kapanpun cinta tidak dapat dihanyutkan dan dipadamkan. Segala rintangan yang ada tidak mampu memadamkan dan menghanyutkan gelora cinta si gadis kepada si pemuda. Api cinta yang sudah ada tidak akan dapat dipadamkan lagi.

4.      Cinta Kuat Seperti Maut sebagai Gambaran Cinta Allah
4.1.   Cinta
Ada yang mengatakan kalau cinta itu adalah “Cerita Indah Tiada Akhir”. Ada pula yang beranggapan bahwa cinta itu seperti “Kentut”; tak dapat dilihat namun ada, tak dapat pegang namun dapat dicium, tak dapat ditangkap namun dirasa. Ada lagi yang mengatakan kalau cinta itu seperti sepasang “Sepatu”; letaknya tak tergantikan, memiliki fungsi masing-masing, unik. Lalu apa itu cinta?
Secara rasio, cinta adalah bentuk emosi kesukaan terhadap sesuatu yang sifatnya lebih halus dan dalam, yang bila bentuk emosi/kesukaan itu lebih kasar maka di sebut "nafsu" atau "ambisi".[23] Sebagai motivasi hidup akan kita definisikan cinta sebagai "percikan kasih Illahi dalam hati setiap insani".[24] Cinta dalam hidup manusia adalah sebuah "kata" untuk mengomunikasikan suatu kesukaan, sedang cinta yang murni dan abadi hanya milik Tuhan, karena hanya Tuhan yang memiliki kesempurnaan. Tuhan telah menciptakan, memelihara, memberikan rahmat yang tiada habisnya ke seluruh alam semesta, tanpa perlu membuat "rangkaian kata cinta".
Cinta yang paling agung adalah milik Tuhan. Karena sedemikian agungnya cinta Tuhan, ia senantiasa mencintai manusia meski manusia terus berdosa dan berbuat salah. Secara nyata Tuhan mencintai manusia melalui orang-orang utusanya, para nabi. Puncak dari keagungan cinta itu adalah ketika Tuhan bersedia menghadirkan atau mengutus putraNya yang tunggal ke dunia untuk menebus dosa manusia. Dalam konteks umat Perjanjian Lama, Tuhan menunjukan kasihnya atau cintanya melalui pewartaan para nabi.
Cinta Tuhan terus mengalir meski Sang Putra telah kembali kepadanya. Cinta itu dialirkan melalui kuasa Roh Kudus yang terus menaungi dan melindungi manusia. Cinta Tuhan itu akan terus mengalir dan mengalir meski yang dicintaiNya tidak setia. Tiada kuasa apapun yang dapat menghentikan derasnya aliran cinta Tuhan. Cinta Tuhan mengatasi segala-galanya yang ada di dunia ini. Tidak ada yang dapat menandingi betapa agungnya cinta Tuhan. Cinta Tuhan itu terus melekat dalam diri masing-masing ciptaanya. Cinta itu akan terus ada. Tidak akan pernah pudar dan hilang termakan waktu.

4.2.   Cinta Kuat Seperti Maut sebagai Gambaran Cinta Allah
Dengan apa cinta Allah kepada manusia dapat digambarkan? Apakah cinta Allah seperti cinta manusia? Tentunya tidak. Cinta Allah tidak akan pernah tergambarkan secara pasti seperti apa dan seberapa dalam cinta Allah itu kepada manusia. Gambaran cinta Allah kepada manusia memang kerap kali digambarkan seperti gambaran seperti cinta sepasang suami istri yang tak terpisahkan.
Gambaran itu kerap kali dianggap gambaran yang cukup ideal dan memang benar itu adanya. Secara teori, suami istri cintanya takkan terpisahkan dan terpadamkan sampai kapanpun. Cinta itu akan terus ada sampai kapanpun. Seberapapun besar hambatan yang ada, cinta itu akan terus ada. Namun demikian, gambaran itu makin hari makin pudar. Hal itu terjadi seiring dengan kenyataan hidup yang ada saat ini. Di mana cinta suami istri kerap kali pudar begitu saja hanya karena permasalahan ekonomi atau sosial. Cinta direduksi dalam hal-hal maerial atau hal-hal yang bersifat duniawi. Kesucian cinta perlahan mulai terkikis. Lalu gambaran apa yang cukup ideal untuk menggambarkan cinta Allah itu?
Dalam kitab Kidung Agung 8 : 5-7, meski masih bernuansa hubungan pasangan kekasih, namun penekananya lebih pada kekuatan cinta itu, kita dapat menggambarkan sinta TUHAN itu. Cinta si gadis digambarkan kekuatanya seperti kekuatan maut. Dalam mana cinta itu takkan dapat hilang dengan berbagai halangan atau rintangan yang ada. Bahkan kekuatan yang dasyatpun takkan dapat memadamkan dan menghanyutkan cinta si gadis kepada si pemuda. Hal itu sejalan dengan kekuatan maut yang takkan pernah pudar. Maut pasti akan datang menghampiri setiap manusia kemanapun ia menghindar dan bersembunyi. Tak ada kekuatan apapun yang dapat mencegah datangnya maut.
Cinta itu akan terus dan terus ada meski yang dicintai sudah merasa tidak mencintai lagi. Kekuatan cinta itu akan terus ada dan ada, takkan pernah hilang. Sampai kapanpun kekuatan cinta itu akan terus berkobar seperti nyala apa yang dasyat. Kekuatan itu itu akan terus bertahan sekakuat maut. Kekuatan maut tidak dapat ditandingi dan tidak akan pernah hilang sampai kapanpun, terus dan akan terus ada. Takkan ada kekuatan apapun yang dapat menghalangi maut. Ia akan terus mengejar kemanapun manusia pergi. Apakah cinta Allah dapat digambarkan seperti ini?
Ya, kekuatan cinta Allah seperti kekuatan maut; cinta kuat seperti maut itulah gambaran cinta Allah. Bahwasanya cinta Allah kepada manusia tidak akan pernah ada kesudahanya. Kekuatan cinta Allah tidak akan pernah padam dan hanyut dengan kekuatan apapun yang ada. Takkan pernah ada kekuatan yang dapat menandingi kekuatan cinta Allah kepada manusia. Ia akan terus dan terus mencintai manusia meski manusia terkadang berusaha menjauh dari cinta itu.
Cinta Allah tidak pernah menuntut balasan. Allah sungguh tulus mencintai manusia. Si gadis masih menginginkan sesuatu dari si pemuda, tapi Allah tidak pernah menuntut apapun dari manusia. Allah senantiasa ingin menyandarkan kepalaNya di pundak manusia, namun manusia kerap kali menolaknya. Manusia dengan angkuh ingin menjauh dari cinta Allah itu. Di lain pihak, Allah terus dan terus mencintai manusia. Kekuatan cinta Allah sungguh dasyat. Kekuatanya terus melekat dan takkan penah bisa dipudarkan seperti maut yang telah melekat dalam diri setiap manusia.

5.      Penutup
Cinta itu bukan sekedar permainan tetapi cinta adalah sebuah komitmen. Cinta sejati tidak pernah menuntut balas, tapi cinta sejati itu rela untuk berkorban. Cinta itu akan terus ada dan ada. Tak ada kekuatan apapun yang dapat menghancurkan kekuatan cinta. Seberapapun besarnya badai yang menerpa, cinta takkan pernah padam dan hancur. Kekuatan cinta sekuat kekuatan maut, yang akan terus ada dan tak pernah hilang. Tak ada kekuatan apapun yang dapat menghancurkan dan memadamkan kekuatan itu. Itulah pula cinta Allah, takkan pernah ada yang dapat menandingi dan memadamkan cinta Allah.
Cinta Allah itu dasyat. Cinta Allah kuat dan takkan pernah berkesudahan meski yang dicintainya terkadang tidak lagi mau menghiraukan cinta itu. Cinta kuat seperti maut merupakan gambaran kekuatan cinta Allah kepada manusia. Akan terus ada seperti maut, akan terus mengejar seperti maut kemanapun manusia menghindar dan bersembunyi. Cinta Allah dasyat dan luar biasa. Siapa yang dapat menandingi besarnya cinta Allah dan dapat menghancurkanya? Takkan pernah ada cinta yang dapat menandingi cinta Allah dan tak ada kekuatan apapun yang dapat menghancurkan cinta Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Acuan
 Telnoni, JA.,
            2006    Tafsiran Alkitab Kidung Agung, Penerbit Gita Kaish: Kupang.

Majalah
Suheru, Stefanus.,
Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung, dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung; Voleme 10 Nomor 2, September 2011.

Sumber Internet
http://katamotivasicinta.blogspot.com/2009/06/apa-arti-kata-cinta.html, diunduh 25-11-2012, 19.20.
http://katamotivasicinta.blogspot.com/2009/06/apa-arti-kata-cinta.html, diunduh 25-11-2012, 19.20.



[1] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, Penerbit Gita Kaish: Kupang, 2006,  235.
[2] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 236.
[3] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 236.
[4] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 236.
[5] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 237.

[6] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung, dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung; Voleme 10 Nomor 2, September 2011, 199-200.
[7] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 238.
[8] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung, dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung; Voleme 10 Nomor 2, 200.
[9] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung, dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung; Voleme 10 Nomor 2, 200.
[10] Watchman Nee, Kidung Agung, Yayasan Pustaka Injil: Surabaya, 1981, 154.
[11] Watchman Nee, Kidung Agung, 154.
[12] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung, dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung; Voleme 10 Nomor 2, 200.
[13] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 239.
[14] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung, dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung; Voleme 10 Nomor 2, 200-201.
[15] Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 239.
[16] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung, dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung; Voleme 10 Nomor 2, 200-201.
[17] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 241.
[18] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung, dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung; Voleme 10 Nomor 2, 201.           
[19]Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung, dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung; Voleme 10 Nomor 2, 202.
[20] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 242.
[21] Bdk. Pdt. JA. Telnoni, Tafsiran Alkitab Kidung Agung, 243.
[22] Bdk. Stefanus Suheru, Cinta Sekuat Maut Dalam Kidung Agung, dalam STOLUS Jurnal Teologi STT Bangdung; Voleme 10 Nomor 2, 202.

[23] http://katamotivasicinta.blogspot.com/2009/06/apa-arti-kata-cinta.html, diunduh 25-11-2012, 19.20.
[24] http://katamotivasicinta.blogspot.com/2009/06/apa-arti-kata-cinta.html, diunduh 25-11-2012, 19.20.

1 komentar:

  1. NJ casino: live dealer games, poker, live dealers
    i know this 안산 출장마사지 NJ casino is a nice place to visit this new generation of NJ players 강릉 출장마사지 and 공주 출장안마 will love the 아산 출장안마 good games available 당진 출장샵 at its

    BalasHapus